اهل البيت
هل تريد التفاعل مع هذه المساهمة؟ كل ما عليك هو إنشاء حساب جديد ببضع خطوات أو تسجيل الدخول للمتابعة.

اهل البيت

اسلامي احاديث خطب ادعية
 
الرئيسيةأحدث الصورالتسجيلدخول

 

 الحمد لله رب العالمين

اذهب الى الأسفل 
كاتب الموضوعرسالة
Admin
Admin
Admin


المساهمات : 672
تاريخ التسجيل : 21/04/2016

الحمد لله رب العالمين  Empty
مُساهمةموضوع: الحمد لله رب العالمين    الحمد لله رب العالمين  Emptyالأحد نوفمبر 17, 2019 5:40 am

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam [al-Fatihah: 2]

Faidah Ayat
[alhamdulillaah]

=> Makna al-hamd adalah sanjungan yang sempurna. Alif-Lam yang terdapat padanya merupakan alif-lam istighraaq yang berfungsi mencakup seluruh jenis pujian. Dengan demikian, Allah Ta’aala berhak atas semua pujian, Dialah yang memiliki nama-nama yang baik, dan sifat-sifat yang tinggi. [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> Imam ath-Thabariy menjelaskan bahwa makna dari ayat ini adalah: “segala puji syukur hanyalah dipersembahkan kepada Allah semata, bukan kepada apa-apa yang disembah selain-Nya dan bukan kepada semua apa yang diciptakan-Nya, sebagai imbalan dari apa yang telah Dia limpahkan kepada hamba-hamba-Nya berupa segala nikmat yang tak terhitung jumlahnya…“ [Tafsiir ath-Thabariy]

=> Jumlah nikmat yang datang dari Allah itu TIDAK TERHINGGA; Allah berfirman: وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ((Jika kalian menghitung nikmat Allah, maka kalian tidak akan dapat menghitungnya)), maka kesyukuran dan pujian padaNya atas hal tersebut itu pun tidak terhingga. Tidakkah kita melihat bagaimana Rasulullah sampai-sampai menyatakan ketidakmampuan beliau untuk memujiNya dengan sabdanya: لا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ ((Aku tidak dapat menghitung sanjungan untukMu, Engkau sebagaimana yang Engkau sanjung bagi diriMu [HR. Muslim])). [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> Berkata al-Qurthubiy menjelaskan maknanya: “Aku (Allah) lebih dahulu memuji diriKu sebelum ada seorang pun yang memujiKu dari sekalian alam. PujianKu terhadap DzatKu telah ada sejak dulu tanpa ada alasan, sedangkan pujianKu terhadap makhluk(Ku) disertai dengan alasan.” Beliau juga menjelaskan: “Ketika Allah mengetahui ketidakmampuan hamba-hambaNya untuk memujiNya, maka Dia memuji diriNya semenjak dahulu. Dengan demikian, tidak adanya kemampuan hamba-hambaNya untuk memujiNya merupakan kelemahan mereka dalam memujiNya.” [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> Berkata al-Qurthubiy:”Pendapat yang shahiih, bahwa al-Hamd merupakan sanjungan kepada yang dipuji dengan sifat-sifatnya tanpa didahului perbuatan baik darinya, sedangkan asy-syukru adalah sanjungan yang diberi karena kebaikan yang telah dilakukannya. Berkata para ulama bahwa al-hamd lebih baik daripada asy-syukri, dikarenakan didalamnya terhimpuun: ats-tsana (sanjungan), at-tahmiid (pujian), dan asy-syukr (syukur). Sementara balasan yang khusus itu itu hanya diberikan pada orang yang telah berbuat baik. Oleh karena itulah, al-Hamd lebih umum dari asy-Syukru, sebab ia lebih luas daripada asy-Syukru” [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> Berkata al-Qurthubiy membawakan perkataan Syaqiq bin Ibrahim: “Penafsiran lafazh ‘alhamdulillah’ ada tiga bentuk: (1) jika Allah memberikan sesuatu padamu, maka engkau tahu siapa yang memberimu, (2) hendaknya engkau ridha atas apa yang Dia berikan padamu, (3) sepanjang kekuatan (yang diberikan)Nya ada dalam tubuhmu, maka jangan engkau gunakan untuk bermaksiat padaNya. Inilah syarat-syarat pujian” [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> Berkata al-Qurthubiy: “…Pujian dan sanjungan Allah terhadap diriNya berfungsi untuk mengajarkan hal ini kepada hamba-hambaNya. Dengan ini maka maknanya: (ucapkanlah) ‘Alhamdulillaah…’” [Tafsiir al-Qurthubiy] Berkata ath-Thabariy: “Dia memuji diriNya sendiri dengan puji-pujian semestinya, kemudian mengajarkannya pada para hambaNya dan mewajibkan mereka untuk membacanya, sebagai ujian dariNya atas mereka. Lalu berfirman pada mereka: “(Katakanlah) ‘alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin’”, juga firmanNya: “(katakanlah) ‘Iyyaaka na’budu wa iyyaka nasta’iin’” karena ia lanjutan dari ‘alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin’. [Tafsiir ath-Thabariy]

=> Berkata al-Qurthubiy: “Kaum muslimiin sepakat bahwa Allah Maha Terpuji atas setiap nikmatNya, dan diantara nikmat Allah yang paling besar (yang dianugerahkan pada makhlukNya) adalah keimanan…” [Tafsiir al-Qurthubiy]; maka keika kita hendak mengucap ‘alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin’ hadirkanlah nikmatNya yang terbesar ini, kemudian ucapkanlah pujian ini padaNya dalam rangka mensyukuri segala nikmatNya, terutama nikmatNya yang terbesar ini.

[Rasulullah adalah orang yang paling banyak memuji Allah]

=> Beliau memuji Allah baik disaat senang maupun sulit. ’Aa`isyah radhiyallaahu ‘anha berkata: كانَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ إذا رأى ما يُحبُّ قالَ الحمدُ للَّهِ الَّذي بنِعمتِهِ تتمُّ الصَّالحاتُ وإذا رأى ما يكرَهُ قالَ الحمدُ للَّهِ علَى كلِّ حالٍ ((Adalah Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam apabila mendapati sesuatu yang beliau sukai maka beliau mengucap: ‘Alhamdulillaah alladziy bi ni’matihi tatiimush shaalihaat’ [segala puji bagi Allah yang dengan nikmatNya sempurnalah berbagai kebaikan]; dan jika mendapati keburukan beliau berkata ‘alhamdulillaah ’ala kulli haal’ [segala puji bagi Allah, dalam segala perkara] [HR. ibnu Maajah]))

[Diantara keutamaan alhamdulillah]

=> Alhamdulillah adalah diantara ucapan yang paling dicintai Allah. Rasuulullaah shallalaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: أحب الكلام إلى الله أربع: سبحان الله، والحمد لله، ولا إله إلا الله، والله أكبر، لا يضرك بأيِّهن بدأت ((Ucapan yang paling dicintai Allah ada empat: ‘SubhaanaLLaah, alhamdulillaah, Laa ilaaha illaLLaah, Allahu Akbar’; tidak ada masalah bagimu darimana saja engkau memulai [untuk mengucap empat kalimat tersebut]. [HR. Muslim])); Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Al-Aswad ibnu Sari’ yang menceritakan, “Aku pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, maukah engkau bila aku bacakan kepadamu pujian-pujian yang biasa kupanjatkan kepada Rabbku Yang Mahasuci dan Maha Tinggi.’ Nabi menjawab,أَمَا إِنَّ رَبَّكَ يُحِبُّ الْحَمْدَ ((‘Ingatlah, sesungguhnya Tuhan-mu mencintai al-Hamd’)) [HR Ahmad].”

-> Alhamdulillah adalah sebaik-baik doa. Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ((Sebaik-baik doa adalah alhamdulillaah [HR ibnu Maajah])); Syaikh al-Mubarakfuuriy berkata: (Alhamdulillah disebut doa) dikarenakan seorang yang memuji Allah atas nikmatnya dengan ‘alhamdulillaah’; maka hakikatnya ia sedang meminta ditambahkan atas nikmat tersebut. Sebagaimana firmanNya: لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُم ْ ((Jika kalian bersyukur, benar-benar Aku akan tambahkan bagi kalian [nikmatKu])). Berkata DR Mihran Mahir Utsman: “(Alhamdulillah disebut doa), dikarenakan ketika mengucap ‘alhamdulillah’ seseorang mengharapkan dari ucapannya tersebut pahala dari Allah, keridhaanNya, balasan surga dariNya.

=> Ucapan Alhamdulillaah, lebih utama dari segala nikmat yang diberikanNya. Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: ما أنعم اللهُ تعالى على عبدٍ نعمةً فقال : الحمدُ للهِ ، إلَّا كانَ الذي أعطى ، أفضلَ مما أخذَ ((Tidak sekali-kali Allah memberikan suatu nikmat kepada seorang hamba, lalu si hamba mengucapkan, Alhamdulillah [Segala puji bagi Allah]; kecuali apa yang diberikan oleh Allah (pahala dari ucapannya tersebut) lebih afdal daripada apa yang diterimanya (dari nikmat duniawi). [HR. ibnu Maajah dan selainnya])); Berkata al-Qurthubiy, hal ini dikarenakan nikmat duniawi itu fana, sedangkan kalimat ini kekal, dan ia termasuk kebaikan yang kekal lagi shalih; sebagaimana firmanNya: وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا ((amalan-amalan yang kekal lagi baik adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk dijadikan harapan. [al-Kahfi: 46])) [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> Siapa yang memuji Allah setelah makan, minum, dan berpakaian; maka akan diampunkan dosa-dosanya. Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: من أكل أو شرب فقال ألْحَمْدُ لِله الَّذِيْ أطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنيه مِن غَيرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّه, غفر له ما تقدم من ذنبه ((siapa yang makan atau minum, kemudian (setelahnya) ia membaca [alhamdulillaahilladziy ath’amani haadzaa, wa razaqaniihi min ghayri hawlin minni wa laa quwwah] segala puji bagi Allah yang telah memberi makanan ini kepadaku, dan yang telah memberikan rezeki kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku… akan diampunkan baginya dosa-dosanya yang telah lalu. ومن لبس ثوبا فقال : الحمد لله الذي كساني هذا ، ورزقنيه من غير حول مني ولا قوة غفر له ما تقدم من ذنبه ((siapa yang mengenakan pakaian, kemudian membaca [alhamdulillaahilladziy kasaaniy haadza, wa razaqaniihi min ghayri hawlin minni wa laa quwwah] segala puji bagi Allah yang telah memberi pakaian ini kepadaku, dan yang telah memberikan rezeki kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku… akan diampunkan baginya dosa-dosa yang telah lalu)) [HR Abu Dawud, dengan sanad yang hasan]

=> Dibangunkan rumah disurga, bagi siapa yang diberi taufiiq untuk mengucap Alhamdulillaah, ketika mendapati musibah. Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: إذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ الله لِمَلَائِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي؟ فَيَقُوُلُوْنَ: نَعَمْ فَيَقُوْلُ: قَبَضْتُمْ ثَمْرَةَ فُؤَادِهِ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ. فَيَقُوْلُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِي؟ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَكَ. فَيَقُوْلُ: اُبْنُوْا لِعَبْدِي بَيْتاً فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوْهُ بَيْتَ الْحَمْدِ. ((Jika putera seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada Malaikat,”Kalian telah mengambil putera hambaku?” Mereka berkata,” Ya.” Allah berfirman,”Kalian telah mengambil buah hati hambaku?” Mereka berkata,”Ya.” Allah berfirman,”Apa yang diucapkan oleh hambaku?” Mereka berkata,”Ia memujiMu dan mengembalikan kepadaMu.” Maka Allah berfirman,”Bangunkanlah rumah (baginya) di surga, dan beri namalah rumah itu dengan Baitul Hamd.”)) [HR at-Tirmidizy, dan ia menyatakan: Hasan Shahiih].

=> Siapa yang memuji Allah, ketika melihat musibah yang menimpa orang lain, lalu memuji Allah karena telah terselamatkan dari musibah tersebut; maka ia tidak akan ditimpa musibah. Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: مَن رَأَى مُبْتَلًى فقال الحمدُ للهِ الذي عافاني مِمَّا ابتلاك به وفَضَّلَنِي على كثيرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تفضيلًا لم يُصِبْهُ ذلك البلاءُ ((Siapa yang melihat orang yang tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan, [Alhamdulillahilladzi ‘afaani mimmabtalaka bihi wa fadhalani ‘ala katsiirin mimman khalaqa tafdhiilaa] Segala puji bagi Allah yang telah menjagaku dari musibah yang menimpamu, dan melebihkan diriku di atas kebanyakan manusia dengan kelebihan yang banyak, maka ia tidak akan tertimpa musibah itu. [HR. At-Tirmidzi; yang sanadnya shahiih dengan keseluruhan jalan-jalan riwayatnya]))

[ar-Rabb]

=> Makna dari Rabb yaitu Tuhan yang tidak ada sesuatu/seorang pun menyerupaiNya, Pengatur yang mengatur segala urusan makhlukNya, Penguasa pemilik (serta pengatur) alam semesta (beserta seluruh isinya, di langit maupun di bumi). [Tafsiir ath-Thabariy]

=> Berkata al-Qurthubiy: “Dalam ash-Shahaah dinyatakan bahwa ar-Rabb adalah salah satu dari sekian nama Allah; namun nama ini tidak boleh digunakan untuk selain Allah, kecuali dengan disandarkan dengan kata yang lain [seperti Rabbul Bait (pemilik rumah), dll]. Orang arab mengungkapkan kata ar-Rabb untuk makna al-Maalik sejak zaman jaahiliyyah.” [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> al-Qurthubiy berkata: “Ar-Rabb juga bermakna as-Sayyid (pemimpin/tuan)”, Beliau juga berkata: “Masuk dalam makna ar-Rabb: al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Mudabbir (yang mengatur), al-Jaabir (yang memaksa), al-Qaa`im (yang mengurusi).”; Beliau juga berkata: “ar-Rabb juga bermakna Dzat yang disembah…” [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> Al-Qurthubiy juga menukilkan perkataan sebagian ulama: “Sungguh nama ini adalah nama Allah yang paling agung dikarenakan banyaknya para pendoa yang berdoa dengannya. Renungkanlah hal itu dalam al-Qur`aan, sebagaimana yang tertera di aakhir surah aali ‘Imraan, surah Ibraahiim, dan selain keduanya. Renungkanlah apa yang ditunjukkan dalam sifat ini yaitu berupa ikatan antara Tuhan dan yang dipertuhan; disamping kasih sayang, rahmat, dan kebutuhan padaNya di setiap kondisi” [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> al-Qurthubiy berkata: “Alif-lam yang masuk kedalam Rabb, sehingga menjadi ar-Rabb; maka ini hanya dikhususkan bagi Allah. Karena alif-lam dalam kata ini adalah alif-lam lil ahdi (yaitu Alif-lam yang menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui dengan logika, yaitu Allah). Tapi ketika alif-lam ini tidak digunakan, maka ini dapat digunakan Allah, maupun hamba-hambaNya; sehingga dikatakan: Allaahu Rabbul ‘Ibaad (Allah adalah Tuhannya seluruh hambaNya); dan Zayd Rabbud Daar (Zayd, sang pemilik rumah).” [Tafsiir al-Qurthubiy]

=> al-Qurthubiy berkata: “Yang membedakan penisbatan Rabb pada Allah, dan pada selainNya adalah bahwa Allahlah yang memiliki para pemilik dan juga yang dimilikinya. Sementara rabb (pemilik) selain Dia, mereka bukanlah Pencipta, bukan pula Pemberi Rizki. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa segala sesuatu yang dimiliki itu kelak akan dimiliki (Allah) setelah pemiliknya tiada, dan akan diambil dari tangan pemiliknya. Dengan demikian, sang pemilik itu hanya memiliki sesuatu yang sebenarnya bukan apa-apa. Karena itulah, sifat Allah berbeda dengan sifat makhluk. Inilah perbedaan sifat Sang Pencipta, dan sifat makhluk. [Tafsiir al-Qurthubiy]

[al-‘Aalamiin]

=> Imam ath-Thabariy membawakan perkataan ibnu ‘Abbas tentang ayat ini: قال جبريل لمحمد: ” يا محمد قل: “الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين”، قال ابن عباس: يقول: قل الحمد لله الذي له الخلق كله – السمواتُ كلهن ومن فيهنّ، والأَرَضُون كلُّهنّ ومن فيهنّ وما بينهن، مما يُعلم ومما لا يُعلم. يقول: اعلم يا محمد أن ربَّك هذا لا يشبهه شيء ((Berkata Jibril kepada Muhammad [shallallaahu ‘alayhi wa sallam]: “Ucapkanlah wahai Muhammad: ‘Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin’; berkata ibnu ‘Abbas: Jibril berkata: Ucapkanlah: Alhamdulillaah (segala puji bagi Allah) yang milikNya seluruh hambaNya, seluruh langit beserta seluruh isinya, dan seluruh bumi beserta seluruh isinya, dan apa yang ada diantara keduanya; apa-apa yang diketahui maupun apa-apa yang tidak diketahui. Dikatakan (oleh Jibril pada Muhammad): Ketahuilah wahai muhammad, Tuhanmu ini, tidak ada sesuatu/seorang pun yang serupa denganNya”)) [Tafsiir ath-Thabariy]

=> al-Qurthubiy berkata: “Berkata Qatadah: al-‘Aalamuun adalah bentuk plural dari ‘aalam, yaitu segala sesuatu selain Allah” (sampai perkataan beliau) : “Pendapat yang paling benar adalah pendapat yang pertama, bahwa makna al-‘aalamuun itu mencakup semua makhluk dan semua yang ada. Hal ini sebagaimana firmanNya: قال فرعون وما رب العالمين . قال رب السماوات والأرض وما بينهما ((Berkata Fir’aun: ‘Dan apakah Rabbul ‘aalamiin itu?’; Berkata (Muusa) : Tuhannya langit, dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya. [QS. asy-Syu’araa`: 23-24]))”. Beliau juga mengutipkan perkataan az-Zujaaz bahwasanya makna al-‘aalam adalah apa-apa yang Allaah ciptakan di dunia maupun di aakhirat. Demikian pula beliau mengutipkan perkataan al-Khaliil bahwasanya al-‘Alam, al-‘Alaamah, dan al-Ma’lam adalah sesuatu yang menunjuki pada penciptanya. Maka ini menunjukkan bahwa ‘aalam itu memiliki Pencipta dan Pengaturnya.[Tafsiir al-Qurthubiy]

[Keutamaan orang yang membacakan ‘alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin’ pada saat shalat]

=> Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ : {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ اللهُ تَعَالَى : حَمِدَنِي عَبْدِي ((Ketika seorang hamba berkata,’Alhamdulillahi robbil’aalamiin’. Allah Ta’ala berkata, ‘ HambaKu telah memujiKu.’)) [HR. Muslim, dan selainnya]; Maka hendaknya ketika kita membaca al-Faatihah dalam shalat kita; kita harus menghadirkan bahwa kita sedang berbicara denganNya, yang Dia akan menjawab apa yang kita bacakan padaNya.

Semoga bermanfaat.

Cibubur, 24 Jumaada al-Ula 1438 H | 21 Februari 2018 M
الرجوع الى أعلى الصفحة اذهب الى الأسفل
https://duahadith.forumarabia.com
 
الحمد لله رب العالمين
الرجوع الى أعلى الصفحة 
صفحة 1 من اصل 1

صلاحيات هذا المنتدى:لاتستطيع الرد على المواضيع في هذا المنتدى
اهل البيت :: الفئة الأولى :: الاندنوسية-
انتقل الى: